Langsung ke konten utama

Pengertian Tes Hasil Belajar

Menurut Zainul dan Nasoetion (dalam Mervin, 2003:52),  tes hasil belajar (THB) adalah salah satu alat ukur yang paling banyak digunakan untuk menemukan keberhasilan seseorang dalam suatu proses belajar mengajar atau untuk menentukan keberhasilan suatu program pendidikan.  Adapun dasar-dasar penyusunan THB adalah sebagai berikut:

  1. THB harus dapat mengukur apa yang dipelajari dalam proses belajar mengajar sesuai dengan tujuan instruksional yang tercantum di dalam kurikulum yang berlaku,
  2. THB disusun sedemikian sehingga benar-benar mewakili bahan yang telah dipelajari,
  3. Pertanyaan THB hendaknya disesuaikan dengan aspek-aspek tingkat belajar yang diharapkan,
  4. THB hendaknya disusun sesuai dengan tujuan penggunaaan tes itu sendiri, karena tes dapat disusun sesuai dengan kebutuhan.

Pretest dan postest

  1. Pretest adalah tes yang diberikan sebelum pembelajaran dimulai, bertujuan untuk mengetahui sejauh manakah siswa telah mengusai materi yang akan diberikan.
  2. Postest adalah tes yang diberikan sesudah pembelajaran, tujuannya ialah untuk mengetahui sejauh mana siswa telah mengusai bahan yang telah diajarkan.

Perbedaan kedua jenis tes ini akan ditentukan oleh proses belajar dan mengajar, karena jika proses belajar dan mengajar baik maka akan terdapat perbedaan yang besar antara postest dengan pretest. Supaya kedua hasil ini dapat dibandingkan sudah tentu pertanyaan-pertanyaan pada pretest dibuat sama atau parallel dengan pertanyaan pada postest.

Postingan populer dari blog ini

Prinsip utama pembelajaran menurut Teori Vygotsky

Menurut Slavin (dalam Murdiana, 2002: 21-22) Teori Vygotsky menekankan pada empat prinsip utama dalam pembelajaran, yaitu:  (1) the sociocultural nature of learning, (2) zone of proximal development, (3) cognitive apprenticeship, dan (4) scaffolding. Prinsip pertama the sociocultural nature of learning menurut Vygotsky menekankan pada pentingnya peran orang dewasa atau teman sebaya yang lebih mampu dalam belajar. Vygotsky menyarankan untuk menggunakan kelompok-kelompok belajar dengan kemampuan anggota kelompok yang berbeda-beda untuk mengupayakan perubahan konseptual. Penggunaan prinsip sosiokultural dalam pembelajaran kooperatif terlihat pada tahap kegiatan kelompok(fase-3 dan pelaksanaannya dapat dilihat pada rencana pembelajaran. Pada tahap kegiatan kelompok akan terjadi interaksi sosiokultural antar anggota kelompok yang berbeda dalam kemampuan akademis, latar belakang sosial budaya, dan tingkat emosional Prinsip kedua zone of proximal development menurut Vygotsky adal...

Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

Pembelajaran kooperatif tipe STAD mempunyai beberapa keuntungan dan kelamahan. Kuswadi (2004:37)menyebutkan beberapa keuntungan dan kelemahan dari  pembelajaran kooperatif  tipe STAD. Beberapa keuntungannya antara lain: Setiap anggota kelompok mendapat tugas Adanya interaksi langsung antar siswa dalam kelompok Melatih siswa mengembangkan keterampilan sosial (social skill) Membiasakan siswa menghargai pendapat orang lain Meningkatkan kemampuan siswa dalam berbicara dan berbuat, sehingga kemampuan akademiknya meningkat Memberi peluang kepada siswa untuk berani bertanya dan mengutarakan pendapat Memfasilitasi terwujudnya rasa persaudaraan dan kesetiakawanan Terlaksananya pembelajaan yang berpusat pada siswa, sehingga waktu yang tersedia hampir seluruhnya digunakan oleh siswa untuk kegiatan pembelajaran Memberi peluang munculnya sikap-sikap positif siswa Adapaun beberapa kelemahan dari pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah: Dalam pelaksanaan di kelas, membutu...

Langkah-langkah Pembelajaran Pembelajaran Matematika Realistis (PMR)

Prinsip utama PMR dijabarkan menjadi karakteristik-karakteristik PMR. Selanjutnya, dalam pembelajaran diperlukan langkah-langkah operasional. Berdasarkan pengertian, prinsip utama dan karakteristik PMR sebagaimana yang telah diuraikan, maka dalam penelitian ini dirancang langkah-langkah (kegiatan) inti dalam pembelajaran matematika realistik, yaitu: Langkah 1: Memahami masalah kontekstual Guru memberikan masalah (soal) kontekstual dan meminta siswa untuk memahami masalah tersebut. Jika ada bagian-bagian tertentu yang kurang atau belum dipahami sebagian siswa, maka siswa yang memahami bagian itu diminta menjelaskannya kepada kawannya yang belum paham. Jika siswa yang belum paham tadi merasa tidak puas, guru menjelaskan lebih lanjut dengan cara memberi petunjuk-petunjuk atau saran-saran terbatas (seperlunya) tentang situasi dan kondisi masalah (soal). Petunjuk dalam hal ini berupa pertanyaan-pertanyaan yang mengarahkan siswa untuk memahami masalah (soal), seperti: “Apa yang diketa...