Langsung ke konten utama

8 Dimensi kualitas pelayanan

Ada 8 (delapan) dimensi kualitas yang dikembangkan Garvin (dalam Lovelock; Peppard dan Rowland, 1995) seperti dikutip Fandy Tjiptono (1996 : 68) dan dapat digunakan sebagai kerangka perencanaan strategis dan analisis. Dimensi-dimensi tersebut adalah :

  1. Kinerja (performance), karakteristik pokok dari produk inti.
  2. Ciri-ciri atau keistimewaan tambahan (features), yaitu karakteristik sekunder atau pelengkap.
  3. Kehandalan (realibility), yaitu kemungkinan kecil akan mengalami kerusakan atau gagal dipakai.
  4. Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to specifications), yaitu sejauh mana karakteristik desain dan operasi memenuhi standard-standard yang telah ditetapkan sebelumnya.
  5. Daya tahan (durability), berkaitan dengan berapa lama produk tersebut dapat terus digunakan.
  6. Serviceability, meliputi kecepatan, kompetensi, kenyamanan, mudah diperbaiki, penanganan keluhan yang memuaskan.
  7. Estetika (aesthetics), yaitu daya tarik produk terhadap panca indra.
  8. Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality), yaitu citra dan reputasi produk atau jasa serta tanggung jawab perusahaan terhadapnya.

Meskipun beberapa dimensi diatas dapat diterapkan pada bisnis jasa, tetapi sebagian besar dimensi tersebut dikembangkan berdasarkan pengalaman dan penelitian terhadap perusahaan manufaktur. Sementara itu ada beberapa pakar pemasaran, seperti  Parasuraman, Zeithaml, dan Berry yang melakukan penelitian khusus terhadap beberapa jenis jasa dan berhasil mengidentifikasi sepuluh faktor utama yang menentukan kualitas jasa. Kesepuluh faktor tersebut meliputi (Parasuraman, et. al; 1985) seperti dikutip Tjiptono (1996 : 69) :

  1. Reliability, mencakup dua hal pokok, yaitu konsistensi kerja (performance) dan kemampuan untuk dipercaya (dependability). Hal ini berarti perusahaan memberikan jasanya secara tepat semenjak saat pertama (right the first time). Selain itu juga berarti bahwa perusahaan yang bersangkutan memenuhi janjinya, misalnya menyampaikan jasanya sesuai dengan jadwal yang disepakati.
  2. Responsiveness, yaitu kemauan atau kesiapan para karyawan untuk memberikan jasa yang dibutuhkan pelanggan.
  3. Competence, artinya setiap orang dalam suatu perusahaan memiliki keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan agar dapat memberikan jasa tertentu.
  4. Access, meliputi kemudahan untuk dihubungi dan ditemui. Hal ini berarti lokasi fasilitas jasa yang mudah dijangkau, waktu menunggu yang tidak terlalu lama, saluran komunikasi perusahaan mudah dihubungi, dan lain-lain.
  5. Courtesy, meliputi sikap sopan santun, respek, perhatian, dan keramahan yang dimiliki para contact personnel (seperti resepsionis, operator telepon, dan lain-lain).
  6. Communication, artinya memberikan informasi kepada pelanggan dalam bahasa yang mereka pahami, serta selalu mendengarkan saran dan keluhan pelanggan.
  7. Credibility yaitu sifat jujur dan dapat dipercaya. Kredibilitas mancakup nama perusahaan, reputasi perusahaan, karakteristik pribadi (contact personnel), dan interaksi dengan pelanggan.
  8. Security, yaitu aman dari bahaya, risiko, atau keragu-raguan. Aspek ini meliputi keamanan secara fisik (physical safety), keamanan finansial (financial security), dan kerahasiaan (confidentiality).
  9. Understanding/Knowing the Customer, yaitu usaha untuk memahami kebutuhan pelanggan.
  10. Tangibles, yaitu bukti fisik dari jasa, bisa berupa fasilitas fisik, peralatan yang dipergunakan, representasi fisik dari jasa (mis: kartu kredit plastik)


Dalam perkembangan selanjutnya, yaitu pada tahun 1988, Parasuraman dan kawan-kawan (dalam Fitzmmons dan Fitzmmons, 1994; Zeithaml dan bitner, 1996) seperti dikutip Tjiptono (1996 : 70) menemukan bahwa 10 (sepuluh) dimensi yang ada dapat dirangkum menjadi hanya 5 (lima) dimensi pokok. Kelima dimensi pokok itu meliputi :

  1. Bukti langsung (tangibles), meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai, dan   sarana komunikasi.
  2. Keandalan (reliability), yakni kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segara, akurat, dan memuaskan.
  3. Daya tanggap (responsivenass), yaitu keinginan para staf untuk membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap.
  4. Jaminan (assurance), mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanan, dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf; bebas dari bahaya, risiko atau keragu-raguan.
  5. Empati (empathy), meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik, perhatian pribadi, dan memahami kebutuhan para pelanggan.


Postingan populer dari blog ini

Prinsip utama pembelajaran menurut Teori Vygotsky

Menurut Slavin (dalam Murdiana, 2002: 21-22) Teori Vygotsky menekankan pada empat prinsip utama dalam pembelajaran, yaitu:  (1) the sociocultural nature of learning, (2) zone of proximal development, (3) cognitive apprenticeship, dan (4) scaffolding. Prinsip pertama the sociocultural nature of learning menurut Vygotsky menekankan pada pentingnya peran orang dewasa atau teman sebaya yang lebih mampu dalam belajar. Vygotsky menyarankan untuk menggunakan kelompok-kelompok belajar dengan kemampuan anggota kelompok yang berbeda-beda untuk mengupayakan perubahan konseptual. Penggunaan prinsip sosiokultural dalam pembelajaran kooperatif terlihat pada tahap kegiatan kelompok(fase-3 dan pelaksanaannya dapat dilihat pada rencana pembelajaran. Pada tahap kegiatan kelompok akan terjadi interaksi sosiokultural antar anggota kelompok yang berbeda dalam kemampuan akademis, latar belakang sosial budaya, dan tingkat emosional Prinsip kedua zone of proximal development menurut Vygotsky adal...

Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

Pembelajaran kooperatif tipe STAD mempunyai beberapa keuntungan dan kelamahan. Kuswadi (2004:37)menyebutkan beberapa keuntungan dan kelemahan dari  pembelajaran kooperatif  tipe STAD. Beberapa keuntungannya antara lain: Setiap anggota kelompok mendapat tugas Adanya interaksi langsung antar siswa dalam kelompok Melatih siswa mengembangkan keterampilan sosial (social skill) Membiasakan siswa menghargai pendapat orang lain Meningkatkan kemampuan siswa dalam berbicara dan berbuat, sehingga kemampuan akademiknya meningkat Memberi peluang kepada siswa untuk berani bertanya dan mengutarakan pendapat Memfasilitasi terwujudnya rasa persaudaraan dan kesetiakawanan Terlaksananya pembelajaan yang berpusat pada siswa, sehingga waktu yang tersedia hampir seluruhnya digunakan oleh siswa untuk kegiatan pembelajaran Memberi peluang munculnya sikap-sikap positif siswa Adapaun beberapa kelemahan dari pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah: Dalam pelaksanaan di kelas, membutu...

Langkah-langkah Pembelajaran Pembelajaran Matematika Realistis (PMR)

Prinsip utama PMR dijabarkan menjadi karakteristik-karakteristik PMR. Selanjutnya, dalam pembelajaran diperlukan langkah-langkah operasional. Berdasarkan pengertian, prinsip utama dan karakteristik PMR sebagaimana yang telah diuraikan, maka dalam penelitian ini dirancang langkah-langkah (kegiatan) inti dalam pembelajaran matematika realistik, yaitu: Langkah 1: Memahami masalah kontekstual Guru memberikan masalah (soal) kontekstual dan meminta siswa untuk memahami masalah tersebut. Jika ada bagian-bagian tertentu yang kurang atau belum dipahami sebagian siswa, maka siswa yang memahami bagian itu diminta menjelaskannya kepada kawannya yang belum paham. Jika siswa yang belum paham tadi merasa tidak puas, guru menjelaskan lebih lanjut dengan cara memberi petunjuk-petunjuk atau saran-saran terbatas (seperlunya) tentang situasi dan kondisi masalah (soal). Petunjuk dalam hal ini berupa pertanyaan-pertanyaan yang mengarahkan siswa untuk memahami masalah (soal), seperti: “Apa yang diketa...