Pembelajaran kooperatif bertujuan untuk mengajarkan ketrampilan ketrampilan kerjasama dan kolaborasi. Untuk melaksanakan pembelajaran kooperatif siswa terlebih dahulu dilatih tentang ketrampilan kooperatif. Ketrampilan kooperatif berfungsi untuk melancarkan hubungan kerja dan tugas. Peranan hubungan kerja dibangun dengan mengembangkan komunikasi antar anggota kelompok selama kegiatan.
Dalam pembelajaran kooperatif, siswa tidak hanya mempelajari materi pelajaran. Mereka juga harus mempelajari ketrampilan interpersonal agar dapat bekerja bersama secara produktif. Ketrampilan ini dikenal sebagai ketrampilan kooperatif. Lundgren (dalam Ratumanan, 2004: 133) membagi ketrampilan kooperatif dalam tiga tingkatan sebagai berikut:
- Ketrampilan kooperatif tingkat awal, yang meliputi berada dalam tugas kelompok, mengambil giliran dan berbagi tugas, mendorong partisipasi, dan mengundang orang lain untuk berbicara.
- Ketrampilan kooperatif tingkat menengah, yang meliputi mendengarkan dengan aktif, bertanya, membuat ringkasan, dan menerima tanggung jawab.
- Ketrampilan kooperatif tingkat mahir, yang meliputi mengelaborasi, memeriksa ketepatan, dan menetapkan tujuan.
Dalam kelas pembelajaran kooperatif, siswa diberi kesempatan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk menyelesaikan atau memecahkan suatu masalah secara bersama. Para siswa juga diberi kesempatan untuk mendiskusikan suatu masalah, menentukan strategi pemecahannya, dan menghubungkan masalah tersebut dengan masalah lain yang telah diselesaikan sebelumnya.
Untuk mengoptimalkan pembelajaran kooperatif, keanggotaan kelompok sebaiknya heterogen, baik dari kemampuan akademik maupun karakteristik lainnya. Jika siswa yang mempunyai kemampuan berbeda dimasukkan dalan satu kelompok yang sama maka akan memberikan keuntungan bagi siswa yang berkemampuan rendah, sedang, maupuin yang tinggi. Siswa yang berkemampuan sedang/rendah mendapatkan pengetahuan dan bantuan dari yang berkemampuan tinggi. Siswa yang berkemampuan lebih tinggi dapat menjadi tutor bagi siswa yang berkemampuan dibawahnya. Siswa yang berkemampuan tinggi akan mendapatkan kemampuan komunikasi verbal dalam matematika yang semakin meningkat.
Selanjutnya untuk memberikan penjelasan tentang suatu materi matematika, seorang siswa harus memahami materi itu lebih dalam daripada sekedar kemampuan yang dibutuhkan untuk menghasilkan sebuah jawaban pada lembar kerja. Dalam proses ini siswa yang berkemampuan tinggi secara akademik mendapatkan pemikiran yang lebih mendalam yang disebut ketrampilan metakognitif. Menurut Slavin (1994: 233) ketrampilan metakognitif adalah pengetahuan siswa tentang bagaimana belajar, memecahkan masalah, dan waktu yang diperlukan untuk mempelajari sesuatu, serta memonitor perilaku pembelajarannya sendiri untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Guru memainkan peranan yang menentukan dalam menerapkan pembelajaran kooperatif yang efektif. Materi dan pengajarannya harus disusun sedemikian rupa sehingga setiap siswa dapat bekerja untuk memberikan sumbangan pemikirannya kepada kelompoknya. Masalah yang disiapkan oleh guru harus dibuat sedemikian rupa sehingga akan menimbulkan saling membutuhkan antara anggota yang satu dengan yang lainnya dalam menyelesaikan masalah itu. Guru sebaiknya mengatur ruang kelas sehingga setiap anggota dalam satu kelompok duduk saling berdekatan, sehingga dapat bekerja dengan cukup nyaman dan tidak perlu berbicara keras-keras. Sedangkan jarak antara kelompok yang satu dan yang lainnya diusahakan sedemikian rupa sehingga mereka saling tidak terganggu satu dengan yang lainnya.
Ukuran (besar kecilnya) kelompok akan berpengaruh pada kemampuan produktivitas kelompoknya. Jika ukuran kelompok itu terlalu besar maka akan menjadi sangat sulit bagi kelompok itu berfungsi sangat efektif. Karena siswa-siswa yang vokal cenderung menguasai dan siswa yang pendiamakan cenderung pasif.
Pembelajaran kooperatif akan dapat melatih para siswa untuk mendengarkan pendapat-pendapat orang lain dan merangkum pendapat-pendapat atau temuan-temuan dalam bentuk tulisan. Tugas-tugas kelompok akan dapat mmacu siswa untuk bekerja sama, saling membantu satu sama lain dalam mengintegrasikan pengetahuan- pengetahuan baru dengan pengetahuan yang telah dimilikinya.
Menurut Arends (1997: 113), dalam kaitannya dengan aktivitas guru dalam pembelajaran kooperatif mengemukakan ada 6 sintaks atau tahapan yang dapat dilakukan dalam pembelajaran kooperatif, yaitu:
1. Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa
2. Menyajikan informasi
3. Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar
4. Membimbing kelompok bekerja dan belajar
5. Evaluasi
6. Memberikan penghargaan.
Pembelajaran matematika dengan menggunakan model ini dapat menumbuhkan kecakapan-kecakapan yang lebih komprehensif dibandingkan pembelajaran konvensional. Beberapa kecakapan yang bisa diperoleh antara lain: kecakapan akademis, kecakapan mengkomunikasikan matematika, kecakapan berpikir rasional, dan kecakapan sosial.
Model pembelajaran kooperatif lebih menempatkan siswa sebagai subjek dalam proses pembelajaran dan bukan sebagai objek, sehingga guru lebih banyak berperan sebagai fasilitator dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling berinteraksi dalam menyelesaikan tugas-tugas yang dihadapinya.
Beberapa pendekatan kooperatif yang dikembangkan para ahli, seperti: Student Teams Achievement Division (STAD), Jigsaw, Investigasi Kelompok (IK), Pendekatan Struktural (active listening, time token, think pair share, numbered heads together), pendekatan struktural yang lebih dikenal dalam proses pembelajaran adalah think pair share, numbered heads together (NHT) yang dapat digunakan oleh guru untuk mengajarkan isi akademik atau mengecek pemahaman siswa terhadap isi tertentu. Sedangkan active listening dan time token merupakan dua contoh struktur yang dikembangkan untuk mengajarkan ketrampilan sosial.
Think-pair share (TPS) memiliki prosedur yang ditetapkan secara eksplisit untuk memberi waktu lebih banyak kepada siswa untuk berpikir, menjawab, dan saling membantu dengan yang lain. Strategi TPS dalam pembelajaran memiliki tiga langkah, yaitu: thinking (berpikir), pairing (berpasangan), berbagi (sharing). Pada langkah terakhir ini, guru meminta kepada pasangan untuk berbagi dengan seluruh kelas tentang apa yang telah mereka bicarakan. Hal ini akan efektif dilakukan dengan cara bergiliran pasangan demi pasangan dan dilanjutkan sampai sekitar seperempat pasangan telah mendapat kesempatan untuk melaporkan (dalam Ibrahim,dkk.,2000: 27).
Sedangkan numbered heads together (NHT) adalah suatu pendekatan yang dikembangkan untuk memberikan kesempatan lebih banyak kepada siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut. Kagen (dalam Ibrahim, 2000: 28).
Dalam kaitannya dengan pembelajaran kooperatif, Muslimin (2000:16) mengatakan: Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa teknik-teknik pembelajaran kooperatif lebih unggul dalam meningkatkan hasil belajar dibandingkan dengan pengalaman-pengalaman belajar individual atau kompetitif.
Dari pendapat di atas, dapat dikatakan bahwa pembelajaran kooperatif membuat : sikap apatis berkurang, pemahaman yang lebih mendalam, motivasi yang besar, hasil belajar lebih tinggi, retensi lebih lama, meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi.