Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) awalnya dikembangkan dan diperkenalkan oleh Institut Freudhental di Belanda, dengan nama Realistic Mathematics Education (RME). Prinsip yang mendasari pendekatan ini sangat dipengaruhi oleh pandangan Hans Freudenthal terhadap matematika. Freudenthal (dalam Gravemeijer, 1994:12) memandang bahwa matematika merupakan aktivitas manusia. Dengan demikian matematika harus dihubungkan dengan dunia nyata. Jadi ada dua pandangan penting dari Freudenthal yaitu: matematika sebagai aktivitas manusia dan matematika harus dihubungkan dengan dunia nyata.
Sebagai aktivitas manusia maka konsep matematika seyogyanya dapat ditemukan kembali dalam pembelajaran di kelas. Dengan demikian siswa dapat mengalami sendiri bagaimana matematika itu ditemukan. Matematika harus dihubungkan dengan dunia nyata berarti matematika harus dekat dengan siswa dan relevan dengan situasi hidupnya sehari-hari, sesuai dengan lingkungan tempat dia berada. Akan tetapi perlu ditekankan bahwa kata ‘realistik’ tidak hanya menyangkut hubungan dengan dunia nyata, tetapi juga menyangkut situasi-situasi, masalah yang nyata dalam pikiran/wawasan siswa atau dapat mereka bayangkan.
Soedjadi (2001: 2) mengemukakan bahwa pembelajaran matematika realistik pada dasarnya adalah pemanfaatan realitas dan lingkungan yang dipahami peserta didik untuk memperlancar proses pembelajaran matematika, sehingga mencapai tujuan pendidikan matematika secara lebih baik dari pada yang lalu. Realitas adalah hal-hal yang nyata atau kongret yang dapat diamati atau dipahami peserta didik lewat membayangkan. Dengan kata lain masalahnya dapat berupa dunia nyata tetapi ini tidak selalu perlu, masalah yang dimaksud dapat pula berupa aplikasi/penerapan atau pemodelan bahkan masalah formal matematika sejauh itu nyata dalam pikiran siswa. Sedangkan yang dimaksud dengan lingkungan adalah lingkungan tempat peserta didik berada baik lingkungan sekolah, keluarga maupun masyarakat yang dapat dipahami peserta didik.