Langsung ke konten utama

Tinjauan Tentang Model Komunikasi Massa Uses and Gratifications

Dalam buku Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, Onong Uchjana Effendy mengemukakan bahwa Pendekatan Uses and Gratification menempatkan manusia sebagai khalayak yang bersifat aktif dalam menghadapi terpaan pesan melalui media. Pesan yang diterima oleh khalayak, diolah sesuai bidang pengalaman yang dimiliki masing-masing khalayak dan digunakan untuk memenuhi kebutuhan. Pendekatan ini pertama kali dikemukakan oleh Elihu Katz pada tahun 1959 melalui hasil penelitian yang menunjukan bahwa orang yang berbeda dapat menggunakan pesan komunikasi massa yang sama untuk kegunaan yang berbeda-beda. (Effendy, 1993 : 289). 

Istilah Uses and gratification timbul dari sikap aktif khalayak dalam menggunakan media dari pemenuhan kebutuhan khalayak melalui penggunaan media tersebut. Model Uses and Gratification menunjukan bahwa, yang menjadi permasalahan utama bukanlah bagaimana media mengubah sikap prilaku khalayak, tetapi bagaimana media memenuhi kebutuhan pribadi dan sosial khalayak. 

Jadi bobotnya ialah khalayak yang aktif, yang sengaja menggunakan media untuk mencapai tujuan khusus. Asumsi Uses and Gratification yang diungkapkan oleh, Tan yaitu :
  1. Penggunaan media pada akhirnya untuk mencapai suatu tujuan. Kita menggunakan media untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang sifatnya spesifik, kebutuhan ini berkembang dalam lingkungan sosial kita.
  2. Khalayak memilih jenis dan isi media untuk memenuhi isi kebutuhan. Jadi khalayak terlibat dalam satu proses komunikasi massa dan mereka dapat mempengaruhi media untuk kebutuhan-kebutuhan mereka secara lebih cepat dibandingkan dengan media yang dapat menguasai mereka.
  3. Disamping media massa sebagai sumber informasi maka ada pula berbagai sumber lain yang dapat memuaskan kebutuhan khalayak. Oleh karena itu media massa harus bersaing dengan sumber-sumber lain. Dari sekian banyak sumber yang bukan media yang dapat memuaskan kebutuhan antara lain misalnya keluarga, teman-teman, komunikasi antar pribadi (dengan media, tanpa media), mengisi waktu luang bahkan minum obet tidur.
  4. Khalayak mengetahui kebutuhan tersebut dan dapat memenuhi jika dikehendaki, juga mengetahui alasan-alasannya untuk menggunakan media massa. (Liliweri, 1991 : 134)


Kebutuhan melalui media massa dapat dipenuhi melalui surat kabar, radio, televisi, film baik dalam isinya maupun melalui gaya terpaan (exposure) serta konteks sosial dimana terpaan berlangsung. Model ini ditutup dengan pemuasan khalayak melalui pemanfaatan atau fungsi media sebagai pengamatan lingkungan, diversi dan hiburan, sebagai peneguhan identitas personal maupun penghubung sosial.

Lingkungan sosial dimana seseorang hidup akan membentuk kebutuhan-kebutuhan yang berbeda di dalam diri setiap orang. Katz mengklasifikasikan kebutuhan manusia apabila dikaitkan dengan media massa yang dihadapinya menjadi :

1. Kebutuhan Kognitif (Cognitive Needs)
Yaitu kebutuhan-kebutuhan yang berkaitan dengan usaha-usaha untuk memperkuat informasi, pengetahuan serta pengertian tentang lingkungan kita. Kebutuhan ini didasarkan pada keinginan untuk mengerti dan menguasai lingkungan. Kebutuhan kognitif juga dapat terpenuhi oleh adanya dorongan-dorongan seperti keingitahuan (curiocity) dan penjelajahan (exploratory) pada diri kita.

2. Kebutuhan Afektif (Affective Needs)
Yaitu kebutuhan yang berhubungan dengan usaha-usaha untuk memperkuat pengalaman-pengalaman yang bersifat keindahan, kesenangan dan emosional. Mencari kesenangan dan hiburan merupakan motivasi yang pada umumnya dapat dipenuhi oleh media. 

3. Kebutuhan Pribadi Secara Integratif (Personal Integrative Needs)
Yaitu kebutuhan-kebutuhan yang berhubungan dengan usaha-usaha yang memperkuat kepercayaan, kesetiaan, status pribadi. Kebutuhan untuk memperkuat kepercayaan, kesetiaan, status pribadi, kebutuhan seperti ini dapat diperoleh dari adanya keinginan setiap individu untuk meningkatkan harga diri.

4. Kebutuhan Sosial Secara Integratif (Sosial Integrative Needs)
Yaitu kebutuhan yang berhubungan dengan usaha-usaha untuk memperkuat kontak dengan keluarga, teman dan dengan alam sekelilingnya. Kebutuhan tersebut didasarkan oleh adanya keinginan setiap individu untuk bersosialisasi.

5. Kebutuhan akan pelarian (Escapist Needs)
Yaitu kebutuhan yang berkaitan dengan hasrat untuk melarikan diri dari kenyataan, melepaskan ketegangan dan kebutuhan akan hiburan. (Liliweri, 1991 : 137 – 138)

Berdasarkan pendekatan Uses and Gratification dijelaskan bahwa berbagai kebutuhan seperti dilukiskan diatas disajikan dalam sekumpulan fungsi dan kegunaan media massa seperri yang dikemukakan oleh Harold d. Lasswell, yaitu :
  1. Media melengkapi kita dengan informasi tentang lingkungan sekitarnya.
  2. Media massa melengkapi kita sebagai tempat pelarian untuk melepaskan ketegangan yang terus menerus dan dari masalah-masalah yang menghimpit serta sebagai sarana untuk mengeluarkan perasaan.
  3. Media merupakan sarana untuk menunjukan kepribadian, meneliti realitas, dan memperkuat nilai.
  4. Media melengkapi kita dengan informasi untuk mengetahui dan berhubungan dengan lingkungan sosial kita/lingkungan sosial yang lainnya.


Banyak hal yang dapat digunakan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhannya. Dalam pendekatan ini, sumber-sumber yang dapat memenuhi kebutuhan manusia dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu sumber non media massa dan media massa.

Penggunaan media massa (mass media used) sebagai sumber pemenuhan kebutuhan, menurut Katz dapat dikategorikan berdasarkan :
  1. Jenis atau sifat media, misalnya media cetak, seperti surat kabar, atau media siaran seperti radio dan televisi.
  2. Isi media, misalnya berita, cerita bersambung, drama kejahatan di televisi dan sebagainya.
  3. Konteks sosial pada saat terpaan berlangsung, misalnya seorang diri atau dalam suatu kelompok. (Liliweri, 1991 : 138)


Dalam pendekatan ini penggunaan media hanyalah salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan individu karenanya efek media tercapai pada penggunaan media dapat memenuhi kebutuhan tersebut. 

Postingan populer dari blog ini

Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

Pembelajaran kooperatif tipe STAD mempunyai beberapa keuntungan dan kelamahan. Kuswadi (2004:37)menyebutkan beberapa keuntungan dan kelemahan dari  pembelajaran kooperatif  tipe STAD. Beberapa keuntungannya antara lain: Setiap anggota kelompok mendapat tugas Adanya interaksi langsung antar siswa dalam kelompok Melatih siswa mengembangkan keterampilan sosial (social skill) Membiasakan siswa menghargai pendapat orang lain Meningkatkan kemampuan siswa dalam berbicara dan berbuat, sehingga kemampuan akademiknya meningkat Memberi peluang kepada siswa untuk berani bertanya dan mengutarakan pendapat Memfasilitasi terwujudnya rasa persaudaraan dan kesetiakawanan Terlaksananya pembelajaan yang berpusat pada siswa, sehingga waktu yang tersedia hampir seluruhnya digunakan oleh siswa untuk kegiatan pembelajaran Memberi peluang munculnya sikap-sikap positif siswa Adapaun beberapa kelemahan dari pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah: Dalam pelaksanaan di kelas, membutuhkan wakr

Prinsip utama pembelajaran menurut Teori Vygotsky

Menurut Slavin (dalam Murdiana, 2002: 21-22) Teori Vygotsky menekankan pada empat prinsip utama dalam pembelajaran, yaitu:  (1) the sociocultural nature of learning, (2) zone of proximal development, (3) cognitive apprenticeship, dan (4) scaffolding. Prinsip pertama the sociocultural nature of learning menurut Vygotsky menekankan pada pentingnya peran orang dewasa atau teman sebaya yang lebih mampu dalam belajar. Vygotsky menyarankan untuk menggunakan kelompok-kelompok belajar dengan kemampuan anggota kelompok yang berbeda-beda untuk mengupayakan perubahan konseptual. Penggunaan prinsip sosiokultural dalam pembelajaran kooperatif terlihat pada tahap kegiatan kelompok(fase-3 dan pelaksanaannya dapat dilihat pada rencana pembelajaran. Pada tahap kegiatan kelompok akan terjadi interaksi sosiokultural antar anggota kelompok yang berbeda dalam kemampuan akademis, latar belakang sosial budaya, dan tingkat emosional Prinsip kedua zone of proximal development menurut Vygotsky adalah i

Langkah-langkah Pembelajaran Pembelajaran Matematika Realistis (PMR)

Prinsip utama PMR dijabarkan menjadi karakteristik-karakteristik PMR. Selanjutnya, dalam pembelajaran diperlukan langkah-langkah operasional. Berdasarkan pengertian, prinsip utama dan karakteristik PMR sebagaimana yang telah diuraikan, maka dalam penelitian ini dirancang langkah-langkah (kegiatan) inti dalam pembelajaran matematika realistik, yaitu: Langkah 1: Memahami masalah kontekstual Guru memberikan masalah (soal) kontekstual dan meminta siswa untuk memahami masalah tersebut. Jika ada bagian-bagian tertentu yang kurang atau belum dipahami sebagian siswa, maka siswa yang memahami bagian itu diminta menjelaskannya kepada kawannya yang belum paham. Jika siswa yang belum paham tadi merasa tidak puas, guru menjelaskan lebih lanjut dengan cara memberi petunjuk-petunjuk atau saran-saran terbatas (seperlunya) tentang situasi dan kondisi masalah (soal). Petunjuk dalam hal ini berupa pertanyaan-pertanyaan yang mengarahkan siswa untuk memahami masalah (soal), seperti: “Apa yang diketa