Langsung ke konten utama

Pengertian Perjanjian Pengangkutan

Perjanjian pengangkutan salah satu perjanjian dimana satu pihak menyanggupi untuk dengan aman membawa orang atau barang dari satu tempat ke lain tempat, sedangkan pihak yang lainnya menyanggupi akan membayar ongkosnya.

Menurut undang-undang seorang juru pengangkut (Belanda : ver voer der, Inggris : carrier) hanya menyanggupi untuk melaksanakan pengangkutan saja, jadi tidaklah perlu bahwa ia sendiri mengusahakan sebuah alat pengangkut, meskipun pada umumnya (biasanya) ia sendiri yang mengusahakannya.

Selanjutnya menurut undang-undang ada perbedaan antara seorang pengangkut dan seorang ekspeditur, yang terakhir ini hanya memberikan jasa-jasanya dalam soal penerimaannya barang saja dan pada hakekatnya hanya memberikan perantaraan antara pihak yang hendak mengirimkan barang dan pihak yang mengangkut barang saja.

Pada umumnya dalam suatu perjanjian pengangkutan pihak pengangkut adalah bebas untuk memilih sendiri alat pengangkutan yang hendak dipakainya. Sebagaimana halnya dengan perjanjian-perjanjian lainnya, kedua belah pihak diberikan kebebasan seluas-luasnya untuk mengatur sendiri segala hal mengenai pengangkutan yang akan diselenggarakan itu apabila terjadi kelalaian pada salah satu pihak, maka akibat-akibatnya ditetapkan sebagaimana berlaku untuk perjanjian-perjanjian pada umumnya dalam Buku III dari KUHPerdata.

Menurut Prof. R. Subekti, S.H., dalam bukunya yang berjudul Aneka Perjanjian, dikatakan bahwa :
"Dalam perjanjian pengangkutan itu pihak pengangkut dapat dikatakan sudah mengakui menerima barang-barang dan menyerahkannya kepada orang yang dialamatkan. Kewajiban yang berakhir ini dapat dipersamakan dengan kewajiban seorang yang harus menyerahkan suatu barang berdasarkan suatu perikatan sebagaimana dimaksudkan oleh Pasal 1235 KUHPerdata, dalam perikatan mana termaktub kewajiban untuk menyimpan dan memelihara barang tersebut sebagai 'seorang bapak rumah yang baik'. Apabila si pengangkut melalaikan kewajibannya, maka pada umumnya akan berlaku peraturan-peraturan yang untuk itu telah ditetapkan dalam Buku III dari KUHPerdata pula, yaitu dalam Pasal 1243 KUHPerdata dan selanjutnya".

Poerwosutjipto merumuskan definisi perjanjian pengangkutan sebagai perjanjian timbal balik dengan mana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan atau orang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim mengikatkan diri untuk membayar biaya pengangkutan. Dari definisi yang dikemukakan tersebut perjanjian pengangkutan hanya meliputi perjanjian antara pengangkut dan pengirim saja, tidak termasuk perjanjian antara pengangkut dan penumpang. Dengan kata lain hanya meliputi perjanjian pengangkutan barang.

Pihak-pihak dalam perjanjian pengangkutan ialah pengangkutan dan pengirim untuk pengangkutan barang pengangkut. Perjanjian pengangkutan bersifat timbal balik, artinya kedua belah pihak masing-masing mempunyai kewajiban dan hak. Kewajiban pengangkut menyelenggarakan pengangkutan dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan kewajiban pengirim membayar biaya pengangkutan.

Tetapi dalam perjanjian pengangkutan ada beberapa hal yang bukan tanggung jawab pengangkut, artinya apabila timbul kerugian pengangkut bebas dari pembayaran ganti kerugian. Beberapa hal itu adalah :
1.    Keadaan memaksa (over macht);
2.    Cacat pada barang atau penumpang itu sendiri;
3.    Kesalahan atau kelalaian pengirim atau penumpang.

Ketiga hal ini diakui baik dalam undang-undang maupun dalam doktrin ilmu hukum. Diluar ketiga hal tersebut pengangkut bertanggung jawab.

Dengan memperhatikan batasan pengertian tentang perjanjian tersebut dengan meletakkan titik berat pada melaksanakan sesuatu hal, maka dalam perjanjian pengangkutan ini melaksanakan sesuatu hal adalah tidak lain melaksanakan pengangkutan.

Wiwoho Soedjono, S.H., dalam bukunya yang berjudul Hukum Pengangkutan Laut di Indonesia dan Perkembangannya, menyatakan :
"Perjanjian pengangkutan itu dapat dirumuskan sebagai suatu peristiwa yang telah mengikat seseorang untuk melaksanakan pengangkutan penyeberang laut karena orang tersebut telah berjanji untuk melaksanakannya, sedang orang lain telah pula berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal yang berupa memberikan sesuatu yang berupa pemberian imbalan (upah), karena perjanjian itu menyangkut dua pihak, maka perjanjian demikian itu disebut perjanjian timbal balik dan karenanya menimbulkan hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak".



Postingan populer dari blog ini

Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

Pembelajaran kooperatif tipe STAD mempunyai beberapa keuntungan dan kelamahan. Kuswadi (2004:37)menyebutkan beberapa keuntungan dan kelemahan dari  pembelajaran kooperatif  tipe STAD. Beberapa keuntungannya antara lain: Setiap anggota kelompok mendapat tugas Adanya interaksi langsung antar siswa dalam kelompok Melatih siswa mengembangkan keterampilan sosial (social skill) Membiasakan siswa menghargai pendapat orang lain Meningkatkan kemampuan siswa dalam berbicara dan berbuat, sehingga kemampuan akademiknya meningkat Memberi peluang kepada siswa untuk berani bertanya dan mengutarakan pendapat Memfasilitasi terwujudnya rasa persaudaraan dan kesetiakawanan Terlaksananya pembelajaan yang berpusat pada siswa, sehingga waktu yang tersedia hampir seluruhnya digunakan oleh siswa untuk kegiatan pembelajaran Memberi peluang munculnya sikap-sikap positif siswa Adapaun beberapa kelemahan dari pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah: Dalam pelaksanaan di kelas, membutuhkan wakr

Prinsip utama pembelajaran menurut Teori Vygotsky

Menurut Slavin (dalam Murdiana, 2002: 21-22) Teori Vygotsky menekankan pada empat prinsip utama dalam pembelajaran, yaitu:  (1) the sociocultural nature of learning, (2) zone of proximal development, (3) cognitive apprenticeship, dan (4) scaffolding. Prinsip pertama the sociocultural nature of learning menurut Vygotsky menekankan pada pentingnya peran orang dewasa atau teman sebaya yang lebih mampu dalam belajar. Vygotsky menyarankan untuk menggunakan kelompok-kelompok belajar dengan kemampuan anggota kelompok yang berbeda-beda untuk mengupayakan perubahan konseptual. Penggunaan prinsip sosiokultural dalam pembelajaran kooperatif terlihat pada tahap kegiatan kelompok(fase-3 dan pelaksanaannya dapat dilihat pada rencana pembelajaran. Pada tahap kegiatan kelompok akan terjadi interaksi sosiokultural antar anggota kelompok yang berbeda dalam kemampuan akademis, latar belakang sosial budaya, dan tingkat emosional Prinsip kedua zone of proximal development menurut Vygotsky adalah i

Langkah-langkah Pembelajaran Pembelajaran Matematika Realistis (PMR)

Prinsip utama PMR dijabarkan menjadi karakteristik-karakteristik PMR. Selanjutnya, dalam pembelajaran diperlukan langkah-langkah operasional. Berdasarkan pengertian, prinsip utama dan karakteristik PMR sebagaimana yang telah diuraikan, maka dalam penelitian ini dirancang langkah-langkah (kegiatan) inti dalam pembelajaran matematika realistik, yaitu: Langkah 1: Memahami masalah kontekstual Guru memberikan masalah (soal) kontekstual dan meminta siswa untuk memahami masalah tersebut. Jika ada bagian-bagian tertentu yang kurang atau belum dipahami sebagian siswa, maka siswa yang memahami bagian itu diminta menjelaskannya kepada kawannya yang belum paham. Jika siswa yang belum paham tadi merasa tidak puas, guru menjelaskan lebih lanjut dengan cara memberi petunjuk-petunjuk atau saran-saran terbatas (seperlunya) tentang situasi dan kondisi masalah (soal). Petunjuk dalam hal ini berupa pertanyaan-pertanyaan yang mengarahkan siswa untuk memahami masalah (soal), seperti: “Apa yang diketa