Langsung ke konten utama

Pengertian Kewenangan Daerah

Kewenangan daerah otonom secara jelas disebutkan dalam Undang Undang Nomor 22 Tahun 1999 dalam Pasal 7 Ayat (1) yaitu: “Kewenangan Daerah mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan, kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama serta kewenangan bidang lain”. Pada Undang undang Nomor 32 Tahun 2004 diatur pada Pasal 10.
(1) Kewenangan daerah kabupaten dan kota mencakup semua kewenangan pemerintahan selain kewenangan yang dikecualikan dalam Pasal 7 dan yang diatur dalam Pasal 9. (2) Bidang pemerintahan yang wajib dilaksanakan oleh Daerah Kabupaten dan Daerah Kota meliputi pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, pertanian, perhubungan, industri dan perdagangan, penanaman modal, lingkungan hidup, pertanahan, koperasi dan tenaga kerja.

Dalam Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 hal tersebut secara rinci telah disebutkan pada Pasal 14 Ayat (1) kewenangan untuk daerah kabupaten/kota meliputi 16 kewenangan dan  pada Ayat (2) urusan pemerintahan ada juga bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat  sesuai dengan kondisi, kekhasan dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan.

Memperhatikan kewenangan yang telah dikemukakan di atas, maka dapat diketahui bahwa terdapat sejumlah kewenangan dibidang pemerintahan yang tidak diserahkan kepada daerah, sehingga kewenangan tersebut tetap menjadi wewenang pemerintah pusat dalam wujud dekonsentrasi dan tugas pembantuan.

Menurut Syaukani HR, pada Seminar Otonomi Daerah Starategi Pemberdayaan Daya saing Daerah menyatakan bahwa kebijkan otonomi daerah berdasarkan Undang Undang Nomor 22 Tahun 1999 merupakan kebijakan yang lahir dalam rangka menjawab dan memenuhi tuntutan revormasi dan demokratisasi hubungan pusat dan daerah serta upaya pemberdayaan daerah. 

Inti otonomi daerah adalah demokratisasi dan pemberdayaan. Otonomi daerah. Sebagai demokratisasi berarti ada keserasian antara pusat, daerah dan daerah mempunyai kewenangan untuk mengatur dan mengurus  kepentingan, kebutuhan dan aspirasi masyarakatnya. Aspirasi dan kepentingan daerah mendapat perhatian dalam setiap pengambilan kebijakan oleh pusat, sedangkan otonomi daerah pemberdayaan daerah merupakan suatu proses pembelajaran dan penguatan bagi daerah untuk mengatur, mengurus dan mengelola kepentingan dan aspirasi masyarakat sendiri. Pada Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000, tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom tujuan peletakan kewenangan dalam penyelenggaraan otonomi daerah adalah peningkatan kesejahteraan rakyat, pemerataan dan keadilan, demokratisasi dan penghormatan terhadap budaya lokal dan memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah. Atas dasar inilah Undang Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 memberikan kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggungjawab kepada daerah sehingga daerah diberikan peluang untuk mengatur dan melaksanakan kewenangannya atas prakarsa sendiri dengan memperhatikan kepentingan masyarakat setempat dan potensi daerahnya. Kewenangan ini merupakan upaya untuk membatasi kewenangan Pemerintah dan kewenangan Propinsi sebagai daerah otonom, karena Pemerintah dalam hal ini pemerintah pusat dan pemerintah Propinsi hanya diberi kewenangan sebatas yang telah ditetapkan  dalam Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000. Kewenangan pemerintah daerah dilaksanakan secara luas, utuh dan bulat  meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian, dan evaluasi pada semua aspek pemerintahan.
Kewenangan otonomi luas adalah “Keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan yang mencakup kewenangan semua bidang pemerintahan, kecuali kewenangan dibidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiscal, agama serta kewenangan bidang lainnya yang akan ditetapkan dengan peraturan pemerintah”. 

Otonomi nyata adalah “Keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan kewenangan pemerintahan di bidang tertentu yang secara nyata ada dan diperlukan serta tumbuh, hidup  dan  berkembang di daerah”.

Sedangkan otonomi yang bertanggungjawab adalah “berupa perwujudan  pertanggungjawaban sebagai konsekuensi pemberian hak dan kewenangan kepada daerah dalam wujud tugas dan kewajiban yang harus dipikul oleh daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi berupa peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan dan pemerataan serat pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah dalam rangka menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia”.

Dasar pemikiran Undang Undang Nomor 22 Tahun 1999 tersebut di atas, menunjukkan bahwa prinsip pemberian otonomi dalam pelaksanaan pemerintahan daerah meliputi beberapa hal yaitu:
  1. Mengutamakan aspek demokrasi, keadilan, pemerataan serta potensi dan keanegaragaman daerah.
  2. Otonomi daerah didasarkan pada otonomi luas, nyata dan bertanggungjawab.
  3. Otonomi daerah yang luas, utuh diletakkan pada daerah kabupaten/kota, sedangkan daerah propinsi menunjukkan otonomi yang terbatas.
  4. Otonomi  daerah harus   sesuai   dengan  konstitusi    negara,  sehingga tetap terjamin hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah.
  5. Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan kemandirian daerah otonom oleh sebab itu daerah kabupaten dan kota tidak ada lagi wilayah administratif.
  6. Pelaksanaan otonomi daerah lebih meningkatkan peran dan fungsi badan legislatif daerah.
  7. Asas dekonsentrasi masih diberikan dan dilaksanakan di daerah propinsi dalam kedudukan sebagai wilayah administrasi untuk melaksanakan kewenangan pemerintahan tertentu yang dilimpahkan kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah. 
  8. Tugas pembantuan dimungkinkan dari pemerintah kepada daerah maupun dari pemerintah dan daerah kepada desa  yang disertai pembiayaan dengan melaporkan pelaksanaan dan mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskan.


Dengan  memperhatikan    prinsip  otonomi  yang    dianut   dalam Undang Undang Nomor 22 Tahun 1999 yaitu otonomi yang luas, nyata dan bertanggungjawab, maka  tujuan pemberian otonomi kepada daerah  adalah dalam rangka peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan dan pemerataan serta pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah, maupun antara daerah dalam rangka menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pemberian otonomi kepada daerah adalah untuk mengantar masyarakat kearah kehidupan yang lebih baik melalaui kegiatan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan pemberian pelayananan kepada masyarakat yang semakin dekat. Penyelenggaraan urusan pemerintah  pada  Undang Undang 32 Tahun 2004 telah diatur dalam Pasal 11, urusan pemerintahan dibagi berdasarkan kriteria eksternalitas, akuntabilitas dan efisiensi dengan memperhatikan keserasian hubungan antara susunan pemerintahan, sehingga ada keterkaitan, ketergantungan dan sinergis sebagai satu system pemerintahan oleh sebab itu urusan pemerintahan ada yang wajib dan ada pilihan yang nantinya dalam pelaksanaannya akan diatur dengan Peraturan Pemerintah. 

Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000, kewenangan Kabupaten/kota tidak diatur, karena Undang Undang Nomor 22 Tahun 1999 pada dasarnya meletakkan semua kewenangan pemerintahan  pada daerah kabupaten/kota, kecuali yang telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000. Penyelenggaraan otonomi daerah memberikan indikasi bahwa daerah diharapakan dapat menggali potensi sumber-sumber keuangan sendiri dalam rangka membiayai urusan rumah tangganya. Keharusan  tersebut tidak dapat dipungkiri oleh  karena  merupakan persyaratan dalam sistem pemerintahan daerah.

Untuk penyelenggaraan Otonomi Daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab diperlukan kewenangan dan kemampuan menggali sumber keuangan sendiri yang didukung oleh perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah serta antara Propinsi dan Kabupaten/Kota yang merupakan persyaratan dalam sistem pemerintahan daerah.

Sejalan dengan hal tersebut, Bagir Manan  mengatakan bahwa:  “Desentralisasi khususnya otonomi dimanapun tidak dapat  dipisahkan dari masalah keuangan. Hak mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri menyiratkan makna membelanjai diri sendiri. Membelanjai diri sendiri atau pendapatan sendiri menunjukkan bahwa daerah (harus) mempunyai sumber pendapatan sendiri”. Hal senada dikemukakan juga oleh Andi Mallarangeng,dkk  bahwa:”Tidak ada masalah yang lebih besar dalam pemerintahan lokal selain kelangkaan sumber daya keuangan.Keuangan inilah yang sering menjadi pengahalang mengimplementasikan beberapa program pembangunan penting. Dengan demikian peningkatan aministrasi pemerintahan dalam pembangunan ditingkat local tidak akan ada artinya tanpa tanpa adanya peningkatan keuangan daerah”.

Berdasarkan hal tersebut di atas dapat diketahui, bahwa pemerintahan daerah tidak terlepas dari masalah keuangan daerah, sehingga pemerintah daerah harus memacu upaya menggali sumber-sumber pendapatan karena seluruh kegiatan pemerintah daerah harus dibiayai oleh pemerintah daerah sendiri sesuai dengan kewenangan yang telah diserahkan. Oleh karena itu untuk memungut pendapatan yang legal harus dibuat instrumen hukumnya yaitu Peraturan Daerah yang pada penetapannya harus mendapat persetujuan secara konstitusioanl dari lembaga legislatif/Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang bersangkutan .

Dalam Undang Undang Nomor 22 Tahun 1999 secara tegas mengatur tentang sumber pendapatan daerah dalam Pasal 79, pada Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 tercantum pada Pasal 157.

Sumber pendapatan daerah terdiri dari:
  1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) meliputi: Hasil pajak daerah; Hasil retribusi daerah; Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.
  2. Dana perimbangan;
  3. Pinjaman daerah, dan
  4. Lain-lain pendapatan daerah yang sah.


Sumber-sumber pendapatan daerah sebagaimana tersebut di atas juga ditegaskan dalam Pasal 3 Undang Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, pada Pasal 6 Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 antara lain disebutkan bahwa sumber-sumber penerimaan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi adalah:
a. Pendapatan asli daerah;
b. Dana perimbangan;
c. Pinjaman daerah;
d. Lain-lain penerimaan yang sah.

Penyelenggaraan pemerintahan dalam pelaksanaan pembangunan serta pemberian pelayanan kepada masyarakat dimasa yang akan datang semakin meningkat dan kompleks, yang membawa konsekuensi bagi pemerintah daerah terutama untuk membiayai kegiatan-kegiatannya. Oleh karena itu pemerintah daerah senantiasa melakukan upaya-upaya untuk menggali dan meningkatkan penerimaan secara kontinyu dan berkelanjutan agar konstribusinya semakin dominan dalam pembiayaan pemerintah daerah. 

Kenyataan yang kita hadapi saat ini banyak peraturan daerah yang berorientasi pada pendapatan asli daerah yang dibuat tanpa melibatkan   peran  serta  masyarakat  dan  belum    mempedomani  asas-asas pembuatan perundang-undangan yang baik sehingga pada implementasinya tidak efektif karena hanya membebani masyarakat.

Peraturan daerah sebagai bagian dari hukum tertulis mempunyai fungsi antara lain sebagai alat pengendali sosial, sebagai sarana rekayasa masyarakat, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan, sebagai simbol pemerintahan yang demokratis, karena dibuat bersama antara eksekutif dan legislatif. Pendapatan asli daerah merupakan salah satu modal dasar pemerintah daerah untuk mendapatkan dana pembangunan dan memenuhi belanja daerah. Pendapatan asli daerah adalah usaha daerah untuk memperkecil ketergantungan dalam mendapatkan dana atau bantuan dari pemerinntah pusat. Di dalam masyarakat terdapat berbagai kepentingan dan diantara kepentingan tersebut ada yang saling bertentangan, agar tidak menjadi konflik maka hukum harus mencegahnya. Menurut Achmad Ali bahwa hukum sering disalahartikan, ia hanya akan berfungsi jika terjadi konflik, padahal hukum telah berfungsi sebelum konflik itu terjadi.

Postingan populer dari blog ini

Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

Pembelajaran kooperatif tipe STAD mempunyai beberapa keuntungan dan kelamahan. Kuswadi (2004:37)menyebutkan beberapa keuntungan dan kelemahan dari  pembelajaran kooperatif  tipe STAD. Beberapa keuntungannya antara lain: Setiap anggota kelompok mendapat tugas Adanya interaksi langsung antar siswa dalam kelompok Melatih siswa mengembangkan keterampilan sosial (social skill) Membiasakan siswa menghargai pendapat orang lain Meningkatkan kemampuan siswa dalam berbicara dan berbuat, sehingga kemampuan akademiknya meningkat Memberi peluang kepada siswa untuk berani bertanya dan mengutarakan pendapat Memfasilitasi terwujudnya rasa persaudaraan dan kesetiakawanan Terlaksananya pembelajaan yang berpusat pada siswa, sehingga waktu yang tersedia hampir seluruhnya digunakan oleh siswa untuk kegiatan pembelajaran Memberi peluang munculnya sikap-sikap positif siswa Adapaun beberapa kelemahan dari pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah: Dalam pelaksanaan di kelas, membutuhkan wakr

Prinsip utama pembelajaran menurut Teori Vygotsky

Menurut Slavin (dalam Murdiana, 2002: 21-22) Teori Vygotsky menekankan pada empat prinsip utama dalam pembelajaran, yaitu:  (1) the sociocultural nature of learning, (2) zone of proximal development, (3) cognitive apprenticeship, dan (4) scaffolding. Prinsip pertama the sociocultural nature of learning menurut Vygotsky menekankan pada pentingnya peran orang dewasa atau teman sebaya yang lebih mampu dalam belajar. Vygotsky menyarankan untuk menggunakan kelompok-kelompok belajar dengan kemampuan anggota kelompok yang berbeda-beda untuk mengupayakan perubahan konseptual. Penggunaan prinsip sosiokultural dalam pembelajaran kooperatif terlihat pada tahap kegiatan kelompok(fase-3 dan pelaksanaannya dapat dilihat pada rencana pembelajaran. Pada tahap kegiatan kelompok akan terjadi interaksi sosiokultural antar anggota kelompok yang berbeda dalam kemampuan akademis, latar belakang sosial budaya, dan tingkat emosional Prinsip kedua zone of proximal development menurut Vygotsky adalah i

Langkah-langkah Pembelajaran Pembelajaran Matematika Realistis (PMR)

Prinsip utama PMR dijabarkan menjadi karakteristik-karakteristik PMR. Selanjutnya, dalam pembelajaran diperlukan langkah-langkah operasional. Berdasarkan pengertian, prinsip utama dan karakteristik PMR sebagaimana yang telah diuraikan, maka dalam penelitian ini dirancang langkah-langkah (kegiatan) inti dalam pembelajaran matematika realistik, yaitu: Langkah 1: Memahami masalah kontekstual Guru memberikan masalah (soal) kontekstual dan meminta siswa untuk memahami masalah tersebut. Jika ada bagian-bagian tertentu yang kurang atau belum dipahami sebagian siswa, maka siswa yang memahami bagian itu diminta menjelaskannya kepada kawannya yang belum paham. Jika siswa yang belum paham tadi merasa tidak puas, guru menjelaskan lebih lanjut dengan cara memberi petunjuk-petunjuk atau saran-saran terbatas (seperlunya) tentang situasi dan kondisi masalah (soal). Petunjuk dalam hal ini berupa pertanyaan-pertanyaan yang mengarahkan siswa untuk memahami masalah (soal), seperti: “Apa yang diketa