Langsung ke konten utama

Pengertian dan karakteristik Jasa

Jasa adalah produk yang tak berwujud. Apabila seseorang membeli jasa, hal itu sama artinya dengan menukarkan uang yang dimilikinya dengan suatu produk yang tidak berwujud. Jasa berbeda dengan barang, dimana pembuatan barang dilakukan melewati proses produksi. Jasa dihasilkan dari pemberian manfaat suatu atau beberapa sarana maupun prasarana kepada pengguna jasa, dengan penyampaian ketrampilan tertentu dari pihak pemberi jasa.

Menurut Kotler (1995), jasa adalah berbagai tindakan atau manfaat yang ditawarkan oleh suatu pihak lain yang pada dasarnya tidak dapat dilihat dan tidak dapat menghasilkan kepemilikan hak milik terhadap sesuatu. Proses produksinya dapat berkaitan dengan produk fisik ataupun tidak.

Jasa menurut American Marketing Association (1981) didefenisikan sebagai berikut :
“Servis are those separately identifiable, essential intangible activities which provide want satisfaction and that is not necessarily tied to the sales of a product or another service. To produce a service may or may not require the use of tangible goods. However when such use required, there is no transfer of title (permanent ownership) to these tangible goods”.

Selanjutnya Rohit Ramaswany (1996) definisi jasa adalah :
“ Service is business transaction that take place between a donor (service provider) and a receiver (customer) in order to produce an outeame that satisfied the customer”.

Dari pengertian diatas, dapat dikatakan bahwa jasa merupakan suatu produk yang tidak berwujud, yang berupa tindakan atau kegiatan yang dilakukan oleh penyediaan jasa, yang dapat dirasakan dan diambil manfaatnya oleh pihak pengguna jasa.

Karakteristik  Jasa

Jasa memiliki empat karakteristik utama yang membedakannya dengan barang, yaitu :
  1. Intangibility (tidak berwujud). Jasa bersifat tidak nyata, tidak dapat dilihat, dirasakan, dikecap atau dicium. Untuk dapat merasakan suatu produk jasa, pengguna jasa harus membelinya dan memakainya terlebih dahulu. Pengguna jasa mengambil kesimpulan mutu dari jasa suatu tempat, orang, peralatan, alat komunikasi, simbol-simbol dan harga dari jasa tersebut, karena jasa tidak dapat dirasakan secara langsung oleh indera manusia.
  2. Inseparability (tidak terpisahkan). Umumnya jasa diproduksi dan dikonsumsi langsung pada saat yang sama. Apabila jasa diberikan oleh seseorang maka pihak pemberi jasa akan menjadi bagian dari jasa tersebut. Oleh sebab itu jasa sering tidak dapat dipisahkan dari pihak pemberi jasa, baik pemberi jasa itu adalah orang maupun mesin. Karena keterbatasan ini, maka pihak penyedia jasa harus terlatih untuk memberikan pelayanan yang baik, yang dapat memuaskan kepada pihak pengguna jasa.
  3. Variability (keanekarupaan). Jasa sangat beraneka rupa, karena suatu jasa yang dihasilkan akan sangat tergantung kepada siapa yang menyediakannya dan kapan disediakanya serta dimana disediakanya. Tiap unit jasa yang dihasilkan  tidak akan sama dengan unit jasa yang lain meskipun dari pihak penyedia jasa yang sama. Kesulitan yang terjadi adalah pada saat menilai kualitas jasa, atau meramalkan kualitas yang diterima. Oleh sebab itu maka pihak penyedia jasa harus melakukan seleksi dan pelatihan terhadap karyawannya, selalu melakukan survei terhadap pengguna jasa sehingga pelayanan yang jelek dapat dideteksi dan dapat diperbaiki.
  4. Perishability (tidak dapat tahan lama). Jasa tidak dapat disimpan seperti barang, karena nilai jasa hanya ada pada saat jasa tersebut diberikan. Begitu juga, pasar dari produk jasa ini berubah-ubah tergantung pada situasi dan kondisi pada saat itu. Sifat produk jasa yang tidak tahan lama, dan permintaannya yang akan berubah-ubah menuntut pihak penyedia jasa melakukan perencanaan produk pemberian harga dan melakukan promosi produknya secara tepat. Hal ini antara lain dapat dilakukan dengan pemberian potongan harga pada waktu yang sepi, deversefikasi produk jasa yang ditawarkan, maupun memperkerjakan tenaga paruh waktu yang tidak terikat pada saat dibutuhkan.


Postingan populer dari blog ini

Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

Pembelajaran kooperatif tipe STAD mempunyai beberapa keuntungan dan kelamahan. Kuswadi (2004:37)menyebutkan beberapa keuntungan dan kelemahan dari  pembelajaran kooperatif  tipe STAD. Beberapa keuntungannya antara lain: Setiap anggota kelompok mendapat tugas Adanya interaksi langsung antar siswa dalam kelompok Melatih siswa mengembangkan keterampilan sosial (social skill) Membiasakan siswa menghargai pendapat orang lain Meningkatkan kemampuan siswa dalam berbicara dan berbuat, sehingga kemampuan akademiknya meningkat Memberi peluang kepada siswa untuk berani bertanya dan mengutarakan pendapat Memfasilitasi terwujudnya rasa persaudaraan dan kesetiakawanan Terlaksananya pembelajaan yang berpusat pada siswa, sehingga waktu yang tersedia hampir seluruhnya digunakan oleh siswa untuk kegiatan pembelajaran Memberi peluang munculnya sikap-sikap positif siswa Adapaun beberapa kelemahan dari pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah: Dalam pelaksanaan di kelas, membutuhkan wakr

Prinsip utama pembelajaran menurut Teori Vygotsky

Menurut Slavin (dalam Murdiana, 2002: 21-22) Teori Vygotsky menekankan pada empat prinsip utama dalam pembelajaran, yaitu:  (1) the sociocultural nature of learning, (2) zone of proximal development, (3) cognitive apprenticeship, dan (4) scaffolding. Prinsip pertama the sociocultural nature of learning menurut Vygotsky menekankan pada pentingnya peran orang dewasa atau teman sebaya yang lebih mampu dalam belajar. Vygotsky menyarankan untuk menggunakan kelompok-kelompok belajar dengan kemampuan anggota kelompok yang berbeda-beda untuk mengupayakan perubahan konseptual. Penggunaan prinsip sosiokultural dalam pembelajaran kooperatif terlihat pada tahap kegiatan kelompok(fase-3 dan pelaksanaannya dapat dilihat pada rencana pembelajaran. Pada tahap kegiatan kelompok akan terjadi interaksi sosiokultural antar anggota kelompok yang berbeda dalam kemampuan akademis, latar belakang sosial budaya, dan tingkat emosional Prinsip kedua zone of proximal development menurut Vygotsky adalah i

Langkah-langkah Pembelajaran Pembelajaran Matematika Realistis (PMR)

Prinsip utama PMR dijabarkan menjadi karakteristik-karakteristik PMR. Selanjutnya, dalam pembelajaran diperlukan langkah-langkah operasional. Berdasarkan pengertian, prinsip utama dan karakteristik PMR sebagaimana yang telah diuraikan, maka dalam penelitian ini dirancang langkah-langkah (kegiatan) inti dalam pembelajaran matematika realistik, yaitu: Langkah 1: Memahami masalah kontekstual Guru memberikan masalah (soal) kontekstual dan meminta siswa untuk memahami masalah tersebut. Jika ada bagian-bagian tertentu yang kurang atau belum dipahami sebagian siswa, maka siswa yang memahami bagian itu diminta menjelaskannya kepada kawannya yang belum paham. Jika siswa yang belum paham tadi merasa tidak puas, guru menjelaskan lebih lanjut dengan cara memberi petunjuk-petunjuk atau saran-saran terbatas (seperlunya) tentang situasi dan kondisi masalah (soal). Petunjuk dalam hal ini berupa pertanyaan-pertanyaan yang mengarahkan siswa untuk memahami masalah (soal), seperti: “Apa yang diketa